Cari Blog Ini

Jumat, 02 Agustus 2013

SAR

Materi Search and Rescue


SEARCH AND RESCUE (SAR)


  1. I.       Pendahuluan
Lahirnya organisasi SAR di Indonesia yang saat ini bernama BASARNAS diawali dengan adanya penyebutan Black Area, bagi suatu negara yang tidak memiliki organisasi SAR.
Dengan berbekal kemerdekaan, maka tahun 1950Indonesiamasuk menjadi anggota organisasi penerbangan internasional ICAO (International Civil Aviation Organization). Sejak saat ituIndonesiadiharapkan mampu menangani musibah penerbangan dan pelayaran yang terjadi diIndonesia.

Sebagai konsekuensi logis atas masuknya Indonesia menjadi anggota ICAO tersebut, maka pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 1955 tentang Penetapan Dewan Penerbangan untuk membentuk panitia SAR. Panitia teknis mempunyai tugas pokok untuk membentuk Badan Gabungan SAR, menentukan pusat-pusat regional serta anggaran pembiayaan dan materil.
Sebagai negara yang merdeka, tahun 1959Indonesiamenjadi anggota International Maritime Organization (IMO). Dengan masuknyaIndonesiasebagai anggota ICAO dan IMO tersebut, tugas dan tanggung jawab SAR semakin mendapat perhatian. Sebagai negara yang besar dan dengan semangat gotong royong yang tinggi, bangsaIndonesiaingin mewujudkan harapan dunia international yaitu mampu menangani musibah penerbangan dan pelayaran.
Dari pengalaman-pengalaman tersebut diatas, maka timbul pemikiran bahwa perlu diadakan suatu organisasi SAR Nasional yang mengkoordinir segala kegiatan-kegiatan SAR dibawah satu komando. Untuk mengantisipasi tugas-tugas SAR tersebut, maka pada tahun 1968 ditetapkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor T.20/I/2-4 mengenai ditetapkannya Tim SAR Lokal Jakarta yang pembentukannya diserahkan kepada Direktorat Perhubungan Udara. Tim inilah yang akhirnya menjadi embrio dari organisasi SAR Nasional di Indonesia yang dibentuk kemudian.
Pada tahun 1968 juga, terdapat proyek South East Asia Coordinating Committee on Transport and Communications, yang mana Indonesia merupakan proyek payung (Umbrella Project) untuk negara-negara Asia Tenggara. Proyek tersebut ditangani oleh US Coast Guard (Badan SAR Amerika), guna mendapatkan data yang diperlukan untuk rencana pengembangan dan penyempurnaan organisasi SAR di Indonesia
Dalam kegiatan survey tersebut, tim US Coast Guard didampingi pejabat – pejabat sipil dan militer dariIndonesia, tim dariIndonesiamembuat kesimpulan bahwa :
Instansi pemerintah baik sipil maupun militer sudah mempunyai unsur yang dapat membantu kegiatan SAR, namun diperlukan suatu wadah untuk menghimpun unsur-unsur tersebut dalam suatu sistem SAR yang baik. Instansi-instansi berpotensi tersebut juga sudah mempunyai perangkat dan jaringan komunikasi yang memadai untuk kegiatan SAR, namun diperlukan pengaturan pemanfaatan jaringan tersebut.
Personil dari instansi berpotensi SAR pada umumnya belum memiliki kemampuan dan keterampilan SAR yang khusus, sehingga perlu pembinaan dan latihan.
Peralatan milik instansi berpotensi SAR tersebut bukan untuk keperluan SAR, walaupun dapat digunakan dalam keadaan darurat, namun diperlukan standardisasi peralatan.
Hasil survey akhirnya dituangkan pada Preliminary Recommendation yang berisi saran-saran yang perlu ditempuh oleh pemerintahIndonesia untuk mewujudkan suatu organisasi SAR di Indonesia.
Berdasarkan hasil survey tersebut ditetapkan Keputusan Presiden Nomor 11 tahun 1972 tanggal 28 Februari 1972 tentang pembentukan Badan SAR Indonesia (BASARI).
Adapun susunan organisasi BASARI terdiri dari :
  • Unsur Pimpinan
  • Pusat SAR Nasional (Pusarnas)
  • Pusat-pusat Koordinasi Rescue (PKR)
  • Sub-sub Koordinasi Rescue (SKR)
  • Unsur-unsur SAR
Pusarnas merupakan unit Basari yang bertanggungjawab sebagai pelaksana operasional kegiatan SAR di Indonesia. Walaupun dengan personil dan peralatan yang terbatas, kegiatan penanganan musibah penerbangan dan pelayaran telah dilaksanakan dengan hasil yang cukup memuaskan, antara lain Boeing 727-PANAM tahun 1974 di Bali dan operasi pesawat Twinotter di Sulawesi yang dikenal dengan operasi Tinombala.
Secara perlahan Pusarnas terus berkembang dibawah pimpinan (alm) Marsma S. Dono Indarto. Dalam rangka pengembangan ini pada tahun 1975 Pusarnas resmi menjadi anggota NASAR (National Association of SAR) yang bermarkas di Amerika, sehingga Pusarnas secara resmi telah terlibat dalam kegiatan SAR secara internasional. Tahun berikutnya Pusarnas turut serta dalam kelompok kerja yang melakukan penelitian tentang penggunaan satelit untuk kepentingan kemanusiaan (Working Group On Satelitte Aided SAR) dari International Aeronautical Federation.
Bersamaan dengan pengembangan Pusarnas tersebut, dirintis kerjasama dengan negara-negara tetangga yaituSingapura,Malaysia, danAustralia.
Untuk lebih mengefektifkan kegiatan SAR, maka pada tahun 1978 Menteri Perhubungan selaku kuasa Ketua Basari mengeluarkan Keputusan Nomor 5/K.104/Pb-78 tentang penunjukkan Kepala Pusarnas sebagai Ketua Basari pada kegiatan operasi SAR di lapangan. Sedangkan untuk penanganan SAR di daerah dikeluarkan Instruksi Menteri Perhubungan IM 4/KP/Phb-78 untuk membentuk Satuan Tugas SAR di KKR (Kantor Koordinasi Rescue).
Untuk efisiensi pelaksanaan tugas SAR di Indonesia, pada tahun 1979 melalui Keputusan Presiden Nomor 47 tahun 1979, Pusarnas yang semula berada dibawah Basari, dimasukkan kedalam struktur organisasi Departemen Perhubungan dan namanya diubah menjadi Badan SAR Nasional (BASARNAS).
  1. II.    Maksud dan Tujuan
Hakekat Search And Rescue (SAR) adalah suatu kegiatan kemanusiaan yang dijiwai oleh falsafah pancasila dan merupakan kewajiban bagi setiap warga negara. Kegiatan tersebut meliputi segala upaya pencarian, pemberian pertolongan dan penyelamatan jiwa manusia dan harta benda yang bernilai dari berbagai musibah baik dalam perlindungan, pelayanan, bencana alam, maupun bencana yang lainnya.
Sebagai salah satu komponen masyarakat yang memiliki rasa kemanusiaan, maka SAR merupakan perwujudan rasa tanggungjawab akan keselamatan sesama. Oleh karena itu, materi SAR diberikan untuk membekali anggota sendiri akan ilmu dan teknik serta keorganisasian SAR yang ada, juga memberikan wawasan dan bekal ketrampilan untuk memberikan pertolongan SAR gunung hutan.
Sebagai salah satu konsekuensi kegiatan yang digelutinya, dimana resiko akan selalu ada, maka SAR merupakan sebuah materi yang tidak mungkin terpisahkan. Memberikan bekal seoptimal mungkin merupakan tujuan dan kegunaan dari pendidikan ini.
III. Pendekatan Sistem SAR
Keseluruhan sistem pendekatan adalah digunakan untuk mengatasi masalah SAR. Kehadiran bentuk gambaran SAR secara menyeluruh yaitu :
  1. Dengan segera dapat cepat dimengerti oleh seseorang yang masih awam dalam bidang SAR.
  2. Secara logis dapat dilaksanakan oleh pasukan operasi selama dituntut adanya misi SAR.
IV. Sistem SAR
Sistem SAR terdiri darilimatahapan dan didukung olehlimakomponen SAR. Sistem SAR diaktifkan bila diterima informasi bahwa :
  1. Muncul suatu keadaan darurat atau kemungkinan akan timbulnya keadaan darurat.
  2. Tidak diaktifkannya kembali apabila korban yang berada dalam keadaan darurat dibebaskan ke posisi terawat dan betul-betul aman atau ketika tidak mungkin lagi muncul keadaan darurat dan ketika tidak lagi diharapkan pertolongan.
  1. V.    Tahapan SAR
Dalam penyelenggaraan operasi SAR terdapat 5 tahapan, yaitu :
1. Awareness Stage (Tahap Kekhawatiran)
Adalah kekhawatiran bahwa suatu keadaan darurat diduga akan muncul, termasuk didalamnya penerimaan informasi dari seseorang atau organisasi. Dalam tahap ini menyadari bahwa suatu kejadian darurat telah terjadi dan perlunya mengambil suatu tindakan.
2. Initial Action Stage (Tahap Kesiagaan)
Adalah tahapan tindakan awal, tanggap bahwa suatu musibah telah terjadi serta berusaha mengumpulkan berbagai keterangan mengenai musibah. Aksi persiapan yang diambil antara lain menyiagakan fasilitas SAR dan mendapatkan informasi yang lebih jelas, termasuk di dalamnya menyeleksi informasi yang diterima, untuk segera dianalisa untuk dapat dilakukan tindakan selanjutnya. Dalam penyeleksian informasi tersebut, keadaan darurat dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a.   Incerfa (Uncertainity Phase/ Fase meragukan) :
Adalah suatu keadaan emergency yang ditunjukkan dengan adanya keraguan mengenai  keselamatan jiwa seseorang karena diketahui kemungkinan mereka dalam menghadapi kesulitan.
b.   Alerfa (Alert Phase/ Fase Mengkhawatirkan/ Siaga) :
Adalah suatu keadaan emergency yang ditunjukkan dengan adanya kekhawatiran mengenai keselamatan jiwa seseorang karena adanya informasi yang jelas bahwa mereka menghadapi kesulitan yang serius yang mengarah pada kesengsaraan (distress).
c.   Ditresfa (Ditress Phase/ Fase Darurat Bahaya) :
Adalah suatu keadaan emergency yang ditunjukkan bila bantuan yang cepat sudah dibutuhkan oleh seseorang yang tertimpa musibah karena telah terjadi ancaman serius atau keadaan darurat bahaya. Berarti, dalam suatu operasi SAR informasi musibah  yang diterima bisa ditunjukkan tingkat keadaan emergency dan dapat langsung pada tingkat Ditresfa.

3. Planning Stage (Tahap Perencanaan)    
Adalah suatu pengembangan perencanaan yang efektif dari sistem SAR. Di dalamnya dapat berupa :
  • Perencanaan pencarian dimana sepatutnya dilaksanakan
  • Perencanan pertolongan dan pembebasan akhir
Dapat ditambahkan pula antara lain meliputi posisi yang paling mungkin dari korban, luas areal SAR, tipe pola pencarian, perencanaan pencarian optimum, perencanaan pencarian yang telah dicapai, memilih metode pertolongan terbaik, memilih titik pembebasan yang paling aman bagi korban, memilih fasilitas kesehatan yang baik bagi korban yang mengalami cedera atau penderitaan.

4. Operation Stage (Tahap Operasional)
Detection Mode/ Tracking Mode And Evacuation Mode, yaitu  dilakukan operasi pencarian dan  pertolongan serta  penyelamatan  korban secara  fisik. Tahap operasi meliputi :
Fasilitas SAR bergerak ke lokasi kejadian.
  • Melakukan pencarian dan mendeteksi tanda-tanda yang ditemui yang diperkirakan   ditinggalkan survivor (Detection Mode).
  • Mengikuti  jejak  atau  tanda-tanda  yang  ditinggalkan  survivor (Tracking Mode).
  • Menolong/menyelamatkan dan mengevakuasi korban (Evacuation Mode), dalam hal ini memberi perawatan gawat darurat pada korban yang membutuhkannya dan  membawa korban yang cedera kepada perawatan  yang  memuaskan (evakuasi).
  • Mengadakan briefing kepada SRU.
  • Mengirim/memberangkatkan fasilitas SAR.
  • Melaksanakan operasi SAR di lokasi kejadian.
  • Melakukan penggantian/penjadwalan SRU di lokasi kejadian.




5. Mission Conclusion Stage (Tahap Akhir Misi)
Merupakan tahap  akhir  operasi  SAR,  meliputi membuat laporan kegiatan SAR secara menyeluruh, penarikan kembali SRU dari lapangan ke posko, penyiagaan kembali  tim SAR untuk menghadapi musibah selanjutnya yang sewaktu-waktu dapat terjadi, evaluasi hasil kegiatan, mengadakan pemberitaan (Press Release) dan menyerahkan korban/survivor  kepada yang berhak serta mengembalikan SRU pada instansi induk masing-masing dan pada kelompok masyarakat.
  1. VI.       Komponen SAR

1.  Organisasi
Merupakan struktur organisasi SAR, meliputi aspek pengerahan unsur koordinasi, komando dan pengendalian, kewenangan, lingkup penegasan dan tanggung  jawab  untuk penanganan suatu musibah.

2.   Fasilitas   
Adalah komponen berupa unsur, peralatan, perlengkapan, serta  fasilitas   pendukung lainnya yang dapat digunakan dalam operasi SAR.

3.   Komunikasi        
Adalah  komponen penyelenggaraan komunikasi sebagai sarana untuk melakukan fungsi deteksi terjadinya musibah, fungsi komando dan  pengendalian operasi, membina kerjasama/  koordinasi selama operasi SAR berlangsung.

4.  Emergency Care (Perawatan Gawat Darurat)
Adalah komponen penyediaan fasilitas perawatan gawat darurat yang bersifat sementara, termasuk memberikan dukungan terhadap korban di tempat musibah sampai ke tempat yang lebih memadai.

5.  Dokumentasi        
Adalah komponen pendataan laporan dari  kegiatan,  analisa serta data-data kemampuan yang akan menunjang efisiensi pelaksanaan operasi SAR serta untuk perbaikan atau pengembangan kegiatan-kegiatan misi SAR yang akan datang.
  1. VII.    Organisasi SAR di Indonesia
  2. 1.      Basarnas
Mempunyai tugas melaksanakan pengkoordinasian usaha dan kegiatan pencarian, pemberian pertolongan dan penyelamatan sesuai dengan peraturan nasional dan internasional terhadap orang atau barang yang hilang atau dikhawatirkan hilang atau menghadapi bahaya dalam suatu kejadian.
  1. 2.      Kantor SAR
Kantor SAR  adalah UPT Basarnas di wilayah yang mempunyai tugas melaksanakan tindak awal, koordinasi, dan pengerahan potensi SAR dalam rangka operasi SAR terhadap musibah pelayaran, penerbangan, dan bencana lainya, serta pelaksanaan latihan SAR di wilayah tanggungjawabnya (Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 81 tahun 1998 tentang Organisasi Tata Kerja Kantor SAR, yang dahulu kita kenal dengan istilah adalah KKR dan SKR dan sekarang berubah menjadi Kantor SAR (Type A dan B).
a. Kantor type A
Kantor SAR ini mempunyai tugas mengerahkan potensi SAR, koordinasi dalam rangka operasi SAR terhadap musibah pelayaran, penerbangan, dan bencana lainnya, serta pelaksanaan latihan SAR di wilayah tanggungjawabnya
b. Kantor Type B
Kantor SAR ini Mempunyai Tugas Melaksanakan tindakan koordinasi dan pengerahan potensi SAR dalam rangka operasi SAR terhadap musibah di wilayahnya.

VIII. Organisai Misi SAR
Elemen organisasi SAR ini menunjukkan suatu bentuk misi organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan suatu operasi SAR. Bentuk dasar struktur organisasi misi SAR adalah sebagai berikut :
Minimum                                                         Umum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar